2 Apr 2008

Kolaborasi BenQ Siemens




Siemens punya nama besar sebagai vendor ponsel. Namun per 1 Oktober 2005 Siemens Mobile tidak lagi murni berdarah Aria, masuknya BenQ dipastikan bakal membawa perubahan besar. Bagaimana dan apa saja yeng berubah?


Sejumlah tanda tanya muncul bagi para pemerhati dan pecinta ponsel Siemens, apa yang bakal terjadi setelah tanggal 1 Oktober mendatang? Memang sudah jelas bulan Juni lalu divisi mobile Siemens device telah beralih kepemilikan pada BenQ group. Sekedar mengingat kembali, kesepakatan yang dilakukan kedua pihak mencakup pengalihan usaha secara penuh semua aset unit bisnis, di dalamnya termasuk tiga pabrik Siemens yang berlokasi di Kamp linfort (Jerman), Shanghai (Cina) dan Manaus (Brazil). Tidak hanya itu, elemen litbang, teknologi, karyawan, manajemen dan intelektual properti juga turut diakuisi, menjadi hak penuh pihak BenQ.

Meski begitu ada banyak pertanyaan yang membuat penasaran tentang kelanjutan ponsel Siemens. Maklum tidak sedikit penggemar ponsel asal negeri Bavaria ini. Hingga kini baik pihak Siemens dan BenQ masih sama-sama tutup mulut seputar apa yang terjadi setelah tanggal 1 Oktober mendatang. Keterangan pers resmi menyebut sampia 18 bulan setelah kesepakatan nama tetap memakai Siemens, lalu setelah itu hingga lima tahun bakal memakai brand BenQ Siemens. Menjadi pertanyaan selanjutnya, bagaimana dengan sistem distribusi ponsel Siemens yang sudah ada di Tanah Air? Jawabnya lag-lagi juga belum jelas. Menurut kabar yang di peroleh dari pihak PT. Siemens Indonesia, untuk sementara waktu distribusi ponsel Siemens dan ponsel BenQ masih dibiarkan jalan sendiri-sendiri dahulu.

Entah ada hubungan atau tidak dengan program akuisisi, BenQ mobile per tanggal 20 Juli lalu secara resmi mulai masuk ke pasar Indonesia, lewat kerjasama dengan PT. Metrotech selaku distributor tunggal. Sedang di lain pihak ponsel Siemens sudah sejak tahun 1995 hadir di Indonesia dengan jaringan distribusi PT. Dian Graha Elektrika sebagai distributor tunggal ponsel Siemens di Tanah Air. Peran distributor ibarat nafas bagi peredaran ponsel di pasar, jadi kiprah pihak distributor teramat vital seperti sistem sales dan pendanaan.

Martono Jaya Kusuma sekalu presiden direktur PT. Metrotech dalam kesempatan peluncuran BenQ mengatakan bahwa pihaknya belum tahu apa yang terjadi setelah tanggal 1 Oktober. Metrotech sendiri sudah cukup punya pengalaman dalam memasarkan consumer product BenQ seperti monitor dan komputer. Dengan jaringan distribusi dan penjualan yang ada, pihak Metrotech pun merasa tidak kesulitan dalam meng handle penjualan dan layanan perbaikan ponsel BenQ. Sementara PT. Dian Graha sudah punya pengalaman panjang hingga merek Siemens hingga sempat menjadi vendor ponsel kedua terbesar di Tanah Air. Jaringan distribusi PT. Dian Graha pun sudah ‘battle proven’ plus dukungan Siemens Mobile Customer Care (SMCC) yang terdapat di 27 lokasi yang tersebar pada kota-kota besar.

Entah apa yang terjadi per 1 Oktober mendatang, yang jelas banyak pihak berharap sinergi dua kekuatan itu bisa menghasilkan produk yang baik dan diterima pasar. Aloysius chong, analis IT dari International Data Corporation (IDC) punya pendapat bahwa BenQ saat ini perlu mengambil langkah cepat bagi penyegaran bisnis. “BenQ harus memanfaatkan sebaik-baiknya keunggulan yang dimiliki Siemens, khususnya jaringan distrubusi, terutama di wilayah Eropa dan Amerika Latin yang belum di mampu ditembus BenQ mobile”, ungkap Aloysius Chong. Untuk urusan produksi pun nantinya akan diterapkan kolaborasi sistem, kabarnya produkis ponsel kelas high bakal dilakukan di pabrik Kamp lintfort, sebaliknya pabrik di Taiwan lebih difokuskan pada penanganan ponsel entry level.

Pernah Berjaya di Masa Lalu
Langkah strategis Siemens AG melepas divisi Siemens mobile device sudah pasti dikarenakan kerugian yang terus menerus menghantam dua tahun belakangan. Siemens kurang begitu sukses di pasar pada seri 55 dan 65. Untuk seri 55 dipandang vendor ini agak telat meluncurkan produk ke pasar, padahal vendor lain dengan teknologi lebih unggul sudah lebih dulu launch di pasar lokal. Begitu pula seri 65, banyak yang beranggapan juga telat, padahal dari sisi teknologi cukup bagus. Cuma sayang Siemens harus ‘berdarah-darah’ di seri 65, banyak software nya yang trouble. Akibatnya Siemens di Eropa harus menarik ribuan unit produk yang ada di pasaran.

Sebagai gambaran total kerugian unit bisnis Siemens device pada tahun fiskal 2004 mencapai 152 juta Euro. Penjualan pun terus merosot, dari Januari hingga akhir Maret turun 27,3 persen atau 9,3 juta unit, sedang pada periode yang sama tahun sebelumnya penjualan mencapai angka 12,8 juta unit. Kerugian per hari pun disebutkan mencapai 1 juta Euro.

Lothar Pauly, president and CEO Siemens Communication pernah mengungkapkan jika ada kelambatan distribusi hal tersebut lebih dikarenakan masalah shipping (pengapalan). Siemens bukan vendor kacangan di Indonesia. Meski kini sudah diakuisisi BenQ, pada periode tahun 2000 sampai 2002 pernah menjadi vendor peringkat dua besar setelah Nokia di Indonesia. Di kala itu produk seri C/M/S 35, seri ME45, S45 dan SL45 sangat laris di pasar. Data dari Gfk Asia Ptr Ltd tahun 2001 pernah menjelaskan posisi Siemens pernah menyodok Ericsson.
Menjelang dijalankannya akuisisi justru tidak ada perubahan pada pola pemasaran ponsel Siemens di Indonesia. Terbukti PT. Dian Graha malah menggenjot penjualan seri M 75 dan CX75 yang menjadi andalan. Di pasar internasional pun demikian, malahan Siemens pada 11 Agustus lalu di Madrid, Spanyol kembali meluncurkan seri terbaru CF110 dan CC75.

Margin pun Merosot
Informasi dari Gartner menjelaskan pada kuartal pertama tahun ini penjualan ponsel di dunia mencapai lebih dari 750 juta, meningkat 13 persen dari kuartal pertama tahun lalu. “Saat ini lebih banyak ponsel yang terjual, tetapi margin keuntungan dari vendor terus menyusut. Ini disebabkan konsumen baru lebih banyak membutuhkan ponsel dengan harga murah, dan kompetisi yang ketat antar vendor mengharuskan harga jual semakin rendah”, papar Ben Wood, researh VP for mobile terminal Gartner. Tren ini menjadikan vendor-vendor kecil semakin tertekan dengan margin kecil. Beberapa vendor yang tidak kuat memilih menutup usaha atau melakukan penjualan unit bisnis. Tidak hanya Siemens yang mengalami cerita pilu ini, pola yang serupa pun harus dilalui Alcatel dengan menjual unit bisnis ponselnya ke TCL. Melihat pola-pola ini, sudah pasti kisah sukses Sony Ericsson layak jadi rujukan vendor yang kepepet.

(Sep05)

2 komentar:

johan asaf mengatakan...

mas, bukane sekaang ben-q siemen udah melepaskan siemen, itu postingan tahun kapan sih, udah telat mas, tapi aku pecinta siemen nih, masa haruhs ganti HP?

Haryo Adjie Nogo Seno mengatakan...

wah mas Bangun Indonesia sepertinya ndak bener2 baca artikel saya...hehehe... coba deh lihat kalimat terakhir, ada keterangan (Sep05), itu artinya artikel saya buat tahun 2005 bulan September.. jadi memang artikel lama.. tapi nggak ada salahnya dong dimuat lagi, itung2 buat database info temen2... btw thanks for komentarnya