11 Nov 2009

Pesan Darurat lewat Intrasonics


















Butuh teknologi yang tepat untuk menghantarkan pesan darurat secara cepat. Intrasonics SLS menawarkan solusi merubah pesan audio menjadi teks dalam very local area. Mudah dalam penggelaran dan tak dibutuhkan hardware



Hadirnya sistem pesan darurat lewat media ponsel kini jadi tuntutan di banyak negara. Paska musibah tsunami di Aceh tahun 2004 lalu misalnya, operator selular dan badan pengawas bencana mulai menggiatkan sistem informasi peringatan dini lewat metode SMS broadcast. Namun seiring perkembangan, desain pesan darurat (emergency messaging) sudah harus disiapkan untuk tak lagi bergantung pada jaringan selular yang eksis. Sebab jaringan selular kerap mengalami load trafik tinggi, bahkan down network di saat bencana, pada akhirnya banyak konsumen tak bisa mengakses komunikasi. Ini terbukti saat terjadi bom Bali dan bom di Kuningan di Jakarta.




Menyiasati fenomena lemahnya jaringan selular, di Inggris dikembangkan sistem emergency messaging dengan audio messaging system. Teknologi ini disebut Intrasonic Sound and Sync (SLS), hasil pengembangan Generics (Sagenta Group), sebuah perusahaan elektronik yang bermarkas di Cambridge – Inggris. Kemunculan SLS sendiri terinspirasi dari kejadian pemboman pada tiga stasiun bawah tanah di kota London tahun 2005 yang menewasakan lebih dari 50 orang sipil. SLS punya karakter unik, dirancang sebagai penghantar pesan untuk very local area, seperti stasiun bawah tanah dan di ruang dalam kereta. Pesan yang dihantarkan berasal dari audio stream. Jalur transmisi SLS memakai broadcast TV, radio dan PA (public address) systems, tak ada kaitan dengan koneksi sistem radio selular. Meski pesan SLS ditujukan untuk diterima lewat ponsel.



Lalu bagaimana cara kerja pesan darurat ini? Intrasonics SLS akan mulai bekerja saat seorang pengguna ponsel masuk ke area sistem transportasi. Terlebih dahulu pengguna harus mengirim informasi link embedded. Transmisi data dikirim lewat audio strean melewati kode PA sistem yang ada di stasiun. Data yang dikirim tak diubah untuk sistem kompresi dan audio code nya. Transmisi audio SLS dipancarkan ke ponsel dari loudspeaker, bisa berasal dari radio, TV, shopping mal dan stasiun kereta. Pancaran pesan tersebut kemudian diterima oleh sensor mikrofon di ponsel, lalu pesan suara diolah sebagai pesan teks yang bisa dibaca pada layar ponsel. Meski audio message dipancarkan lewat loudspeaker, pancaran suara yang diterima mikrofon bersifat tersembunyi, alias tak terdengar oleh kuping manusia.

Selanjutnya software SLS mampu menampilan teks pesan darurat ke dalam bahasa yang digunakan oleh masing-masing ponsel, walau audio message yang di transmisikan memakai bahasa Inggris. Ini yang menjadikan teknologi SLS sangat pas jika digunakan para pelancong asing. Apalagi pesan bisa di set ke dalam bentuk peringatan getar. Kemampuan ini menjadikan Intrasonics SLS pas bila diadopsi oleh penderita tuna rungu. Pesan darurat yang didapatkan pun bisa langsung diteruskan ke penumpang lain yang tak memiliki software SLS.



Kebolehan teknologi ini akhirnya dilirik operator NTT DoCoMo dari Jepang. Di Jepang sistem transportasi bawah tanah sudah sangat maju. Jepang pun pernah menghadapi serangan teroris lewat gas beracun, juga di stasiun bawah tanah. Pihak NTT DoCoMo beranggapan SLS cukup baik untuk memberi pengarahan di saat genting tanpa membuat orang panik. Gelar teknologi ini juga tak seberapa mahal, tak diperlukan hardware di sisi pengguna. Secara keseluruhan untuk bisa mengaplikasikan sistem Intrasonics dibutuhkan komponen link listener, link maker dan choreographer.

Link listener tak lain adalah pengguna ponsel yang menerima audio message, ponsel dilengkapi software SLS. Saat ini software SLS baru dirancang untuk ponsel Symbian, nantinya pengguna bisa melalukan download over the air. Link maker yakni pengelola web server, bertugas mengatur link yang yang masuk dari user tentang destination address. Kemudian choreographer, bertugas melakukan pengkodean pesan yang akan disampaikan ke dalam media link intrasonics, kemudian pesan akan diteruskan ke speaker-speaker di spot (lokasi) terjadinya potensi ancaman dan bencana. (Haryo Adjie Nogo Seno)

(Ags07)

Tidak ada komentar: