3 Sep 2009

Pilih FWA atau Selular ?



















Perkembangan layanan selular yang pesat saat ini kurang diikuti dengan pertumbuhan telekomunikasi fixedphone (telepon tetap), baik infrastruktur maupun pelanggannya, bahkan pelanggan telepon tetap cenderung menurun. Pemerintah selaku regulator perlu mendorong tumbuh kembang layanan operator telepon tetap. Dalam kenyataannya untuk menumbuh kembangkan layanan telepon tetap, operator mengalami hambatan dengan mahalnya investasi penggelaran jaringan karena ketersediaan teknologi yang dirasakan mulai berkurang, bila adapun mahal.

Untuk mengatasi mahalnya investasi pengembangan telepon tetap di Indonesia, diperkenalkan layanan fixed wireless access (FWA) dengan karakteristik yang spesifik yaitu layanan wireless dengan mobilitas terbatas yang berlaku pada satu kode area, FWA berbasis pada cdma2000. Pada prinsipnya teknologi FWA dan selular adalah sama yang membedakan FWA dengan selular adalah mobilitasnya, dimana FWA berlaku lokal pada satu kode area tertentu, sedangkan selular dengan mobilitas penuh berlaku nasional. Mobilitas yang terbatas pada FWA dilakukan dengan menonaktifkan fitur roaming. Tetapi, FWA memiliki fitur untuk pindah ke kode area lain, pelanggan FWA harus melakukan mutasi.

Penyelenggaraan sistem komunikasi wireless baik seluler maupun FWA akan dikenakan biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi dan ijin stasiun radio (ISR). Walaupun FWA menggunakan media udara yang sama dengan selular, tetapi FWA mendapatkan perlakuan yang berbeda dari selular untuk BHP dan ISR. Perlakuan berbeda ini dinilai tidak adil, atau tidak memberlakukan kesetaraan ”fair flying field”. Saat ini sedang ramai dibicarakan adanya keinginan operator selula untuk menyelenggarakan FWA; bila ijin FWA tidak diberikan kepada operator selular, maka operator selula menuntut BHP dan ISR FWA untuk disesuaikan. Suatu permintaan yang wajar dari operator selular.

Dengan ”daya kreatifitas” operator, lisensi FWA yang semula berlaku lokal disatu kode area bisa dimodifikasi untuk mendukung mobilitas penggunanya sehingga dapat digunakan dikode area yang lain. Kreatifitas operator FWA ini menuntut regulator melakukan pengawasan dan monitoring terhadap layanan mutasi nomor dari suatu kode area ke kode area yang lain, apakah layanan yang ditawarkan operator FWA ini tidak menyalahi ijin yang telah diterima.

Menuju Selular

Sejarah pengembangan FWA di Indonesia mengacu pada pengembangan FWA di India yang terdiri atas beberapa negara bagian. FWA sangat mungkin diimplementasikan di India karena masing-masing negera bagian memiliki wewenang dalam penentuan frekuensi serta otoritas yang kuat. Untuk Indonesia sebagai negara kesatuan dengan 33 provinsi dan kewenangan pengaturan frekuensi ada di Pusat, dirasakan kurang cocok dalam menerapkan FWA untuk layanan telepon tetapnya. Selain itu pada hakekatnya teknologi FWA adalah teknologi selular, dimana pada FWA tidak difungsikan visiting location register (VLR) yang memungkinkan adanya roaming seperti pada selular.

Penyelenggara FWA yang diijinkan menyelenggarakan layanan selular atau penyelenggara selular yang diijinkan menyelenggarakan layanan FWA, suatu keputusan yang perlu hati-hati. Bila operator FWA menjadi operator seluler akan ada resistansi dari operator FWA dikarenakan sudah tergelarnya jaringan serta ”brand image” produk layanan, mungkin juga ada keberatan dari pelanggan FWA karena dikuatirkan akan naiknya tarif.

Operator FWA menjadi selular secara teknis mudah dilakukan yaitu hanya dengan memfungsikan kembali VLR. Bila operator selular diijinkan menjadi operator FWA, akan ada pembagian kanal dari bandwidth yang dimanfaatkan oleh operator selular tersebut dan secara teknis dilakukan dengan menonaktifkan VLR. Pembagian bandwidth ini mudah dilakukan karena besarnya kanal yang dikuasai oleh para operator selular. Dengan dikenalkan layanan FWA oleh operator selular diperkirakan akan ada ”churn rate” dari pelanggan selular karena terbatasnya jangkauan, tetapi pelanggan diuntungkan dengan tarif yang murah. Selain itu, penyelenggaraan FWA oleh operator selular terkendala masalah penomoran.

Oleh karena itu alangkah bijaksananya regulator meninjau ulang pemberian lisensi kepada FWA untuk mematuhi rambu-rambu peraturan yang berlaku. Selain itu, untuk menciptakan iklim kompetisi yang sehat serta menghilangkan dikotomi selular dan FWA yang sebenarnya tidak lain adalah ”tric businness”, alangkah baiknya bila penyelenggara FWA dialihkan menjadi penyelenggara selular. Karena pada hakekatnya FWA dan selular tidak beda, dua-duanya adalah teknologi akses tanpa kabel. (Gunawan Wibisono, Pengamat Telekomunikasi dan Dosen Elektro FTUI)

Tidak ada komentar: