4 Jan 2010

Jaringan Komunikasi Alternatif Saat Bencana




















Kian maraknya bencana yang menimpa Tanah Air, semestinya dapat memicu inovasi dan penerapan teknologi jaringan komunikasi alternatif


Berkaca dari setiap datangnya musibah bencana alam, mulai dari banjir, gempa bumi dan tsunami, kerap membuat sistem jaringan komunikasi telepon kabel dan telepon selular lumpuh, entah disebabkan jaringan infrastruktur operator ikut hancur atau infrastruktur operator yang kehilangan energi akibat putusnya aliran listrik. Hal ini tentunya harus diantisipasi, mengingat bencana di masa mendatang akan terus mengincar dan komunikasi selular kian menjadi sesuatu yang esensial, apalagi kala musibah datang justru lonjakan trafik akan meningkat tajam.

Di negara indutri maju, beragam inovasi teknologi jaringan disiapkan untuk menghadapi pra dan pasca bencana datang, tak sekedar berbasis voice dan SMS, akses internet juga mutlak diperlukan. Beberapa sudah berhasil di implementasi, sebagian lainnya masih berupa konsep yang masih perlu di uji lebih lanjut. Untuk Indonesia, inisiatif operator untuk membangun BTS dengan tenaga alternatif patut didorong lebih lanjut, paling tidak untuk mengurangi ketergantungan 100 persen pada pasokan listrik PLN dan solar untuk genset. (Haryo Adjie Nogo Seno)

WiFi Berjangkauan 100 Km



Saat ini WiFi menjadi bagian penting dari fitur komunikasi data di ponsel dan laptop, saat bencana datang, WiFi juga mutlak diperlukan, seperti digunakan untuk komunikasi para relawan di Padang. Namun WiFi terkendala jangkauan akses, untuk itu Intel membuat besutan teknologi baru, yakni WiFi berjangkauan jarak jauh yang sinyalnya bisa’ditembakkan’ sampai jarak 100 Km. Solusi Intel ini disebut RCP (rural connectivity platform), idenya dirancang untuk memenuhi kebutuhan akses internet yang murah bagi negara berkembang, RCP menghubungkan antara urban ke rural area.

Cara kerjanya tarbagi dua, yakni basic configuration dan extended configuration. Perangkat yang diperlukan untuk RCP mencakup single board computer dengan embedded prosesor Intel IXP425, compact flash storage, 10/100 ethernet port dan lokal WiFi untuk akses ke perangkat klien. Antena bisa memanfaatka jenis yang sudah ada. Keseluruhan perangkat beroperasi dengan pasokan tenaga dibawah 6 watt. RCP telah diuji coba di India, Vietnam, Panama dan Afrika Selatan. Di Berkeley Research Lab – California, RCP bisa menyalurkan video streaming dengan frekuensi 5,8Ghz pada jarak 1,5 mil. Dalam release disebutkan RCP bisa dikebut untuk akses hingga 6,5 Mbps.

10 Kilo Phone GSM Network
10 Kilo Phone GSM Network merupakan perangkat yang dikembangkan oleh para peneliti di Eropa yang tergabung di WISECOM (Wireless Infra Structure over Satelite for Emergency COMmunication). Perangkat ini memungkinkan petugas penyelamat membuat jaringan untuk suara maupun data dengan memanfaatkan satelit. Dengan catatan, jaringan yang dibuat hanya dapat bertahan untuk sementara waktu.

Pola kerja perangkat ini yakni dengan terhubung ke satelit terlebih dahulu, baru setelah itu terkoneksi dengan jaringan telpon bergerak maupun tetap. WISECOM menghadirkan dua perangkat dengan fungsi sama, namun menggunakan dua teknologi satelit berbeda. Yakni teknologi Inmarsat BGAN (Broadband Global Area Network) dan DVB-RCS (Return Channel via Satellite). Perangkat yang bekerja dengan BGAN berukuran kecil dan beratnya 10 kg. Sedangkan yang menggunakan teknologi DVB RCS beratnya 60 kg. Keduanya terintegrasi dengan jaringan GSM serta memiliki koneksi Wi-Fi. Versi BGAN terintegrasi dengan GSM picocell, yakni bagian kecil dari elemen BSS (base station subsystem) GSM yang bisa terkoneksi dengan telepon umum via internet, dengan picocell hingga radius 300 meter bisa dicakup untuk komunikasi selular. Sementara, perangkat dengan DVB-RCS terintegrasi dengan GSM microcell, yang punya cakupan serta bandwidth lebih luas dibanding versi BGAN

Robot Helikopter dengan Akses WiFi

Robot ini mengemban tugas sebagai hotspot darurat yang melayani area bencana secara remote. Oleh pembuatnya, heli ini disebut sebagai quadcopter yang memiliki empat baling-baling. Dukungan sistem komunikasi di heli ini mencakup VIA’s pico ITX hardware dan satu unit penerima sinyal GPS. Dengan dukungan akses WiFi, heli ini dapat mendukung komunikasi data bagi beberapa terminal berkemampuan WiFi, sudah tentu diantaranya ponsel. Dalam sebuah ujicoba, heli ini hanya mampu terbang selama 20 menit. Heli WiFi ini pertama kali diperlihatkan dalam ajang CeBIT 2009 di Hanover, Jerman awal Maret lalu. Robot ini dalam tahap pengembangan oleh peneliti dari Germany's Ilmenau University of Technology.

Terranet


Tanpa dukungan dari jaringan operator selular, pengguna ponsel bisa bercakap-cakap. Inilah teknologi dari Terranet yang mengusung kemampuan sistem teknologi peer to peer dalam satu komunitas dan berjalan tanpa dukungan base station. Komunikasi bisa dilakukan dalam cakupan area 1 sampai 2 Km, bergantung pada penggunaan frekuensi. Berbeda dengan sistem HT (handy talkie), coverage area bisa semakin jauh, sebab Teranet memanfaatkan ponsel lain untuk menjalankan fungsi sebagai sebuah BTS, atau pada sistem mesh WiFi, node untuk mengandalkan sebuah hotspot. Dalam skenario ini peran node bisa dipikul dari sebuah ponsel.
Tapi untuk menikmati Terranet diperlukan ponsel berkemampuan khusus. Vendor Sony Ericsson sempat diberitakan tertarik untuk mengembangkan ponsel dengan teknologi ini, dimana ponsel akan dijual untuk kelas entry level seharga 50 Dollar AS. Teknologi asal Swedia ini kabarnya tengah di uji coba di kawasan Amerika Selatan.

Prediksi Banjir Lewat Menara BTS


Berangkat dari kasus bencana alam di New Orleans, dua peneliti dari TAU (Tel Aviv University), Israel – profesor Pinhas Alpert dan Hagit Messer Yaron – menciptakan model teknologi baru untuk memprediksi datangnya banjir bandang. Teknologi yang dipilih memanfaatkan keberadaan menara BTS operator. Cara kerja teknologi ini terbilang tak terlalu rumit, seperti diketahui kualitas sinyal selular umumnya menurun bila cuaca sedang hujan. Berangkat dari fenomena diatas, dimanfaatkan kedua peneliti TAU untuk mengukur kekuatan pancaran gelombang radio lewat efek embun di udara. Perubahan kekuatan gelombang radio itu yang lalu dimanfaatkan sebagai bahan analisa datangnya banjir. Solusi dari TAU ini memang belum diaplikasikan oleh operator selular, baik di Amerika Serikat sekalipun. Tapi dengan tawaran biaya operasi yang murah, bukan tak mungkin teknologi prediksi bencana ini dapat dilirik dimasa mendatang.

Tidak ada komentar: