9 Okt 2010

Mau Proyek LTE? Harus Ada Footprint 3G dong ...


















Seperti halnya saat 3G datang 5 tahun lalu, kini menjelang teknologi LTE (Long Term Evolution) hadir di Indonesia, para vendor jaringan sudah punya kesibukan sendiri untuk show of performance teknologi LTE mereka ke pihak operator selular. Rangkaian ujicoba ditawarkan para vendor ke operator A, operator B, dan operator C. Tapi hampir dipastikan vendor hanya berhasrat pada ujicoba ke Telkomsel, Indosat dan XL yang punya Capex (Capital Expenditure) dan jumlah pelanggan besar.

Sah-sah saja setiap vendor menawarkan solusinya, namanya juga dagang. Tapi tahukah Anda, bahwa tak sekedar solusi teknologi canggih yang diperlukan untuk mendapatkan kontrak atas proyek LTE. Hampir tiap operator besar, seperti Telkomsel dan Indosat men-”syarat”-kan, yang bakal mendapat proyek LTE adalah vendor jaringan yang sudah punya footprint 3G di jaringan operator yang bersangkutan.

Apakah itu footprint 3G? Tak lain adalah rangkaian jaringan pada gelar layanan 3G, mudahnya bisa diartikan seperti BTS (Base Tranceiver Station) 3G. Ambil contoh untuk Telkomsel, operator terbesar ini mempunyai supplier BTS 3G dari vendor Nokia Siemens Network (NSN) dan Huawei, Begitu juga misalnya dengan Indosat yang menggunakan solusi BTS 3G dari Ericsson. Walaupun belum pasti, besar kemungkinan mereka-merekalah yang bakal mendapat order instalasi komersial LTE pada waktunya nanti.

Selain NSN, Ericsson, dan Huawei tentu banyak vendor-vendor lain yang melirik pasar LTE di Indonesia, meski mereka tak punya footprint 3G di Indonesia. Salah satunya seperti Alcatel-Lucent (ALU), vendor ini punya pengalaman panjang memasok BTS untuk Indosat dan XL, tapi sayang tak punya portfolio produk BTS 3G di operator lokal. Oleh karena itu, ALU yang kini baru-baru ini menggelar LTE trial harus cukup puas bila ”hanya” mendapat kesempatan diundang untuk field test trial oleh operator besar.

ALU tak sendiri, ZTE pun kabarnya juga akan melakukan hal yang sama di Indonesia. Target vendor dalam jangka pendek tentu bukan untuk mendapatkan PO (purchase order), tapi sekedar show of force solusi di depan petinggi operator. (Haryo Adjie Nogo Seno)

Tidak ada komentar: