25 Agu 2010

Dari Adopter ke Orientasi Gaya Hidup

















Orientasi gaya hidup lebih mendominasi penggunaan internet bergerak di Indonesia. Sebagian besar penggunanya terbukti lebih dominan mengakses aplikasi ber-bandwidth rendah



Pertumbuhan pengguna internet bergerak di Tanah Air mengalami lonjakan pesat setahun belakangan, terutama sejak demam online melanda penikmat ponsel. Salah satu indikatornya, tawaran paket internetan operator kini kian terjangkau diakses banyak kalangan. Belum lagi berkat fenemoena BlackBerry secara langsung turut meningkatkan laju akses internet bergerak. Di segmen menengah kebawah, hadirnya parade ponsel merek lokal juga punya andil, walau belum dibekali akses mobile broadband, ponsel besutan Cina kebanyakan sudah memuat konten multimedia populer, seperti Opera browser, Facebook, Twitter, dan sebagainya.

Menurut sumber yang diperoleh dari Opera, diperkirakan saat ini terdapat sekitar 9 juta pengguna internet via ponsel, dengan rata-rata 591 halaman dibuka oleh tiap pengguna setiap bulannya. Hal ini jauh melebihi rata-rata pengguna internet secara global yang hanya membuka 250 halaman per pengguna per bulan. Dari informasi diatas, pasar internet bergerak di Indonesia punya sesuatu yang unik untuk dicermati. Selain soal pertumbuhan internet bergerak yang tinggi, potret unik juga bisa dilihat pada serapan ponsel bundling berharga tinggi.

Merujuk fenomena diatas, pihak Nokia Siemens Network (NSN) dan lembaga riset IDS pada Desember 2009 lalu mengadakan analisa tentang broadband market di Indonesia. Analisa tersebut dilakukan lewat riset random ke 1000 responden yang tersebar di kota-kota besar. Ide riset yakni untuk mengetahui tingkat ”kesiapan” pasar konsumen Indonesia menjelang hadirnya teknologi layanan 4G, seperti WiMax dan LTE.







Dari beragam hasil analisa riset diketahui beberapa hal, seperti penggunaan internet bergerak cenderung meningkat untuk urusan gaya hidup ketimbang untuk urusan produktivitas kerja. Hal ini bisa terlihat dari demam situs jejaring sosial. Lebih dalam lagi, diketahui tiap pengguna menghabiskan 12 jam per minggu berinternet untuk urusan profesional, dan 15 jam per minggu untuk urusan yang sifatnya personal.

Juga dipaparkan sebagaian besar pengguna internet di Indonesia menggunakan aplikasi yang bersifat low bandwidth. Terlihat dalam bagan, browsing menjadi aplikasi terpopuler, selanjutnya diikuti email, unduh, unggah, dan video streaming. ”Riset menunjukkan bahwa Indonesia sedang dalam fase transisi dari adopter menjadi orientasi gaya hidup. Broadband sudah meningkatkan gaya hidup tetapi masih sedikit efeknya terhadap produktivitas,” ujar Yohanes Deny, Market Intelligence Unit NSN Indonesia.

Selain melakukan riset di Indonesia, NSN juga melakukan riset yang sama di Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Algeria, Afrika Selatan, Arab Saudi, Swedia, Jerman, Rumania, Rusia, Australia, Cina, dan Taiwan. Dari hasil riset antar negara, ada sesuatu hasil yang menarik untuk Indonesia. Yakni Indonesia menempati urutan kedua (38%) dalam adopsi produk bundling high end. Urutan pertama ditempati oleh Brazil (47%). Hal ini rasanya memang kontras melihat laris manisnya produk bundling seperti iPhone dan BlackBerry.

Walau saat ini beberapa operator sudah memperkenalkan tarif paket internet dengan harga ekonomis. Hasil riset menyebutkan sebagian besar responden masih dominan memilih pola ”pay as you go” dalam mengakses internet. Artinya pengguna hanya membayar saat melangsungkan akses. Tentu pola tarif ini jatuhnya lebih mahal ketimbang pola paket data yang ditawarkan eceran.

Hasil riset memang menarik tapi terasa kontradiktif dengan semangat pasar. Sebut saja hasil riset menyebut penggunaan bandwidth internet di Tanah Air tidak terlalu besar, umumnya sekedar untuk browsing. Tapi disisi lain, operator gencar menawarkan solusi teknologi jaringan yang punya akses super cepat semacam HSPA+ dan LTE yang perlu bandwidth besar. Lalu yang menjadi pertanyaan, apakah hadirnya teknologi 4G memang benar-benar sudah diperlukan saat ini? (Haryo Adjie Nogo Seno)













Tidak ada komentar: